Senin, 12 Desember 2011

Mencari Citra Manusia Indonesia dalam Ajaran Taoisme

Bab I

Pendahuluan

Cina adalah salah satu Negara Asia yang memilki kebudayaan yang menakjuban. Salah satu kebudayaan Cina yang terkenal adalah tembok Cina. Tembok Cina merupakan tembok raksasa sepanjang 10.000 Li. Tembok ini dibangun pada zaman sebelum dinasti Qin dan dilanjutkan dinasti Ming. Fungsinya adalah mencegah serbuan Bangsa Mongol dari utara. [1] Oleh karena itu, tembok Cina merupakan salah satu hasil kebudayaan Cina yang masuk dalam lima keajaiban dunia.

Kebudayaan lain Cina yang terkenal adalah Filosofi timurnya. Ajaran filosofi Cina mengajarkan tentang ajaran hidup manusia lewat kata-kata atau pepatah bijak yang. Ajaran-ajarannya banyak menekankan pengolahan batin dan tindakan yang berkaitan dengan moral manusia daripada rasio manusia. Ajaran semacam ini adalah ciri khas Cina bila dibandingkan dengan filsafat barat yang lebih mengandalkan rasio atau pikiran daripada pengolahan batin dan tindakan moral manusia.

Filsafat Timur Cina lahir dari para pemikir-pemikir besar yang mencoba mencari arti kehidupannya. Pemikir-pemikir itu mengolahnya lewat alam dan relasi dengan manusia. Olahan batin para pemikir besar Cina menghasilkan sebuah ajaran yang kemudian menjadi sebuah aliran kepercayaan di Cina.Ada tiga aliran kepercayaan yang berkembang hingga saat ini yaitu Taoisme, Konfusianisme dan Mensius. Diantara tiga ajaran itu, Taoisme adalah aliran kepercayaan tertua di Cina.

Paper ini berjudul “Mencari Citra Diri Manusia Indonesia dalam Ajaran Taoisme”. Paper ini berisi tentang aplikasi ajaran Taoisme dalam diri manusia Indonesia. Penulis berpikir bahwa ajaran Taoisme mempunyai nilai-nilai yang luhur. Nilai-nilai luhur itu dapat berguna apabila bukan menjadi sebuah wacana tetapi menjadi sebuah praktek dalam kehidupan manusia khususnya dalam diri manusia Indonesia. Sehingga, manusia Indonesia memiliki dasar dalam menghayati hidupnya dan bertingkah laku.

Penulis bertanya ‘apakah ajaran Taoisme dapat diterapkan dalam kehidupan manusia Indonesia saat ini?’ Alasannya adalah sebuah ajaran kepercayaan dapat diterima baik apabila ajaran itu dapat dihayati sesuai dengan keadaan individu atau keadaan latar belakangnya. Ajaran tersebut dapat memberikan sesuatu dan mengembangkan diri manusia kearah yang baik. Manusia dapat menemukan nilai-nilai yang dapat dijadikan pegangan dalam hidupnya. Jawaban pertanyaan ini akan akan ditemukan pada bab kesimpulan yang telah diolah lewat bab analisa.

Paper ini terdapat lima bab, yaitu: bab pendahuluan, bab konsep manusia, bab manusia Indonesia, bab analisa, dan bab kesimpulan. Bab pendahuluan berisi pengantar dan alur isi paper ini. Bab konsep manusia berisi ajaran Taoisme yang akan mengerucut pada konsep manusia Taoisme dan citra diri manusia Indonesia. Bab analisa berisi refleksi penulis antara konsep manusia Taoisme dan citra manusia Indonesia. Pada bab ini refleksi filosofis akan direlevansikan dengan realita di Indonesia ini. Bab kesimpulan berisi jawaban singkat atas statemen yang diajukan, yang kemudian diolah pada bab analisa.

Bab II

Konsep Manusia

Bab II ini berisi dua konsep manusia konsep manusia dalam Taoisme dan citra manusia Indonesia. Ajaran Taoisme dan konsep manusia menurut Taoisme mengacu pada buku Dao De Jing: The Wisdom of Lao Zi karangan Andri Wang. Pembahasan citra manusia Indonesia mengacu pada sumber buku Citra Manusia Budaya Barat dan Timur karangan Stefanus Ozias Fernandez. Penulis juga menggunakan sumber buku lain untuk menunjang bahasan bab ini.

II.1 Manusia menurut Taoisme

II.1.1 Sejarah Taoisme

Taoisme adalah sebuah ajaran klasik Cina. Ajaran Taoisme adalah adanya keseimbangan antara manusia dan alam. Manusia sebagai bagian dari alam, manusia harus menyesuaikan dengan alam.[2] Ajaran klasik ini mempengaruhi cara berpikir dan dan cara bertindak masyarakat Cina.

Taoisme adalah ajaran tertua dari tiga ajaran yang mempengaruhi kebudayaan Cina.[3] Ajaran Taoisme dibawa oleh Lao Tzu atau Lao Zi. Dua ajaran lainnya adalah Konfusius dan Buddhisme. Ajaran konfusius dibawa oleh Kong Zi, seorang pedagog dan pemikir besar Cina yang mengajarkan moral dan etika. Ajaran Budhisme lahir Sidharta Gautama, seorang yang lahir di Cina yang telah mencapai pencerahan.

Lao Tzu lahir sekitar kurang lebih pada abad ke enam sebelum masehi. Lao Tzu adalah sebuah gelar. Nama aslinya adalah Li Erh Tan.[4] Lao Tzu suka mengamati dan merenungkan fenomena alam dan realitas hidup masyarakat feodal masa itu. Ajaran intinya adalah Tao. Manusia harus mengikuti dan menyesuaikan diri dengan hukum alam.[5] Keselarasan dengan alam sama dengan keselarasan dengan Tao.

Karya terkenal Lau Tzu adalah Dao De Jing atau Tao Te Ching. Dao berarti jalan, De berarti kekuatan keutamaan atau keutamaan moral, dan Jing adalah klasik. Oleh karena itu Dao De Jing mempunyai arti jalan keutamaan moral klasik.[6] Karya ini merupakan kitab suci bagi ajaran Taoisme. Karya ini memilki delapan puluh satu bab.

Dalam perkembangannya, Taoisme terbagi dalam dua bagian yaitu, aliran filsafat Tao dan aliran agama Tao. Dua aliran ini adalah dua hal yang berbeda. Aliran filsafat Taoisme lebih menekankan sikap transendensi spritual yang mengikuti hukum alam dan perilaku Wu Wei. Aliran agama Taoisme menekankan pada pada pengolahan fisik daripada spiritual. Pengolahan fisik dilakukan dengan cara meditasi atau menyepi di atas gunung, latihan pernapasan dan seni pengobatan tradisional. Aliran agama Taoisme memakai Tao Te Ching sebagai kitab suci dan menganggap Lao Tzu sebagai dewa mereka.[7]

II.1.2 Tao: ajaran utama Taoisme

Pemaparan tentang Tao akan dibuka dengan teks terjemahan kitab Dao De Jing.

Dao yang bisa dikatakan Dao, bukanlah Dao yang kekal

Nama yang bisa disebut dengan nama, bukanlah nama yang abadi

Wu disebut sebagai awal dari terciptanya bumi dan langit ini,

Yu disebut Ibunda dari semua ciptaannya yang ada

...

Wu Yu keluar dari sumber yang sama namun beda namanya

Keduanya adalah misteri

Misteri dari segala misteri

Keduanya adalah gerbang dari segala keajaiban (Bab 1)[8]

Tao adalah inti ajaran Taoisme. Secara umum Tao dapat dimengerti sebagai sebagai sebuah jalan, kekuatan utama dalam alam semesta.[9] Tao dapat juga berarti sebagai Yang Absolut. Oleh karena itu, Tao dapat berarti kekuatan imaterial yang tidak terbatas yang ada di alam semesta.

Pengertian Tao sebagai sumber utama alam semesta, memberi gambaran bahwa Tao merupakan sesuatu yang transenden. Segala sesuatu lahir dari Tao. Tao memberikan energi kehidupan bagi setiap makhluk hidup. Tidak ada sesuatu yang dapat hidup di luar Tao.

Akan tetapi, menurut kitab Dao De Jing, Tao yang semakin dapat dijelaskan oleh pikiran bukanlah Tao yang sebenarnya. Ia merupakan sebuah misteri yang lebih besar daripada sesuatu yang dapat dijelaskan oleh pikiran. Tao tidak terbatas, namun bisa dirasakan secara rohani. Hal ini disebabkan, karena Tao tidak berbentuk. Uraian tentang Tao yang tak bebrbentuk terdapat dalam Dao De Jing Bab empat belas.

Dilihat dari depan tidak nampak kepalanya, dilihat dari belakang tidak kelihatan jejaknya

bila telah memahami Dao pada zaman kuno dahulu, kita baru mampu menjawab persoalan masa kini

bila sudah mengerti asal mula terciptanya alam semesta, berarti kita sudah memahami Hukum Dao (Bab 14) [10]

Prinsip Wu Wei dapat membantu untuk memahami Tao. Wu berarti tidak; tidak punya; tidak ada; kosong; atau hampa, dan Wei berarti bertindak, melakukan; mengerjakan; atau menjadi. Oleh karena itu, Wu Wei secara harafiah mempunyai arti ”tidak bertindak apa-apa” atau ”tidak berbuat apa-apa”.[11]

Wu Wei adalah membiarkan keadaan sekitarnya apa adanya secara alami. Ia adalah cara ”membiarkan ada” atau tetap tenang saja. Ia menerima apa yang tidak anda ubah, dan berusaha mengubah apa yang dapat anda ubah. Wu Wei merupakan perwujudan yang murni dari kelemahlembutan, kesederhanaan, dan kebebasan. Wu Wei suatu kemampuan efektif murni dimana tidak ada gerak yang dikeluarkan sekedar untuk dipamerkan keluar.[12]

II.1.3 Manusia menurut Tao

Ada dua bagian besar dalam ajaran Taoisme tentang manusia. Dua ajaran itu adalah: ajaran tentang hubungan manusia dengan alam, dan hubungan manusia dengan sesama. Dua ajaran ini menjadi satu dalam kitab Dao De Jing. Konsep manusia sebagai individu secara implisit terdapat dalam dalam uraian hubungan manusia dengan sesama dan alam.

Pemaparan konsep manusia mengacu pada simbol Yin Yang. Yin Yang adalah sebuah simbol yang menggambarkan realitas yang terdiri dari dua prinsip berbeda atau berlawanan. Yin dan Yang adalah sebuah kesatuan. Yin digambarkan sebagai sebuah setengah lingkaran yang berwarna putih dan Yang digambarkan sebagai sebuah setengah lingkaran yang lain yang berwarna hitam. Baik yin dan yang mempunyai warna yang berlainan, di dalam yin terdapat warna hitam dan sebaliknya.

Yin dan Yang adalah dua hal yang berbeda. Banyak tafsiran mengenai Yin dan Yang. Contohnya, Yin melambangkan prinsip feminim dan Yang melambangkan prinsip maskulin.[13] Dua hal yang berbeda ini saling melengkapi satu sama lain. Sifat komplementer dua hal yang berbeda membuat sebuah harmonisasi. Harmonisasi dapat berarti adanya keseimbangan dari dua hal yang berbeda.

Yin dan Yang lahir dari Tao. Jika Yin Yang adalah alam semesta, maka Tao adalah sumber alam semesta. Tao melahirkan Yin Yang. Konsep lahirnya Yin-Yang menurut Dao De Jing adalah Dao melahirkan ”Satu”, Satu melahirkan ”Dua”, Dua melahirkan ”Tiga”, Tiga melahirkan segala yang lebih banyak lagi. Semua mahluk memeluk yin dan memeluk yang. Bila Yin dan Yang menyatu, tercapailah keadaan murni (Bab 42)[14]

Relevansinya dengan manusia bahwa manusia memilki dua hal yang berbeda dalam dirinya seperti Yin Yang. Contoh dua hal yang berbeda dalam diri manusia antara lain adalah baik-buruk, sifat maskulin-feminim, negatif-postif, lemah-kuat, dan masih banyak lagi. Dua hal yang bertolak belakang ini saling melengkapi untuk mencapai harmonisasi.

Harmonisasi yang terjadi dalam manusia tidak dapat berdiri sendiri. Harmonisasi dalam diri manusia mempunyai kaitan hubungan dengan alam dan hubungan dengan sesama. Manusia secara individu merupakan bagian dari alam dan hubungannya dengan sesama. Jika manusia bagian dari alam lewat harmonisasi dan dengan sesama, maka lewat hubungannya dengan alam dan sesama dapat menjelaskan siapa sebenarnya manusia itu.

Dalam hubungannya dengan alam, manusia seharusnya menyelaraskan dan menyesuaikan diri dengan alam. Tujuannya adalah bersatu dengan Tao. Dalam ajaran Taoisme, para penganut Tao kagum pada sifat air.[15] Air dapat menempatkan dan menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitarnya dan mencari tempat-tempat yang terletak paling rendah. Jika air adalah manusia, maka manusia harus dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya.

Air punya karakter yang paling mulia, memberikan kehidupan kepada semua tanpa brsaing

Berada ditempat paling rendah yang tidak disukai orang, Maka Karakter air sudah mendekati prinsip Dao (Bab 8)[16]

Hubungan manusia dengan sesama menekankan cara bersikap yang baik. Hal ini menekankan sisi kemanusiaan manusia, cara berelasi dan bertindak yang baik dengan sesama. Dalam Tao, Sheng Ren adalah sebuah prinsip horizontal yang mengatur dengan sesama. Sheng (agung, suci, bijak, atau kudus) Ren (orang atau manusia) dapat berarti orang yang suci, kudus, bijaksana, lapang dada, dan tidak ingin bersaing dengan siapa pun[17]. Manusia harus bertindak tanpa pamrih, tidak membeda-bedakan, tidak memaksakan kehendak, dan tidak mengaitkan kepentingan pribadi dalam tugasnya.

Menurut Lao Tzu, orang yang telah mempunyai watak Sheng Ren dapat menjadi pemimpin ideal yang dapat diteladani. Penyebabnya adalah seseorang telah berbuat baik pada dirinya sendiri, ketika menjadi seorang pemimpin ia juga dapat melakukan hal yang sama pada rakyatnya. Seorang pemimpin seperti ini akan mencintai rakyatnya seperti dirinya sendiri, tidak tertarik pada kenikmatan dunia, dan tidak melakukan keakuan dalam dirinya.

Uraian menjadi pemimpin yang baik tertulis dalam kitab Dao De Jing bab 17.[18] Ada empat tingkatan dalam kepemimpinan. Pertama (tingkat paling tinggi), seorang pemimpin yang baik tidak mengaitkan kepentingan pribadi dalam menjalankan tugas negara. Apabila tingkat ini berhasil, maka rakyat seakan-akan merasa tidak punya pemimpin, karena pemimpin mereka telah memilki jiwa Tao, pemimpin menyatu dengan rakyat. Kedua adalah pemimpin yang selalu berusaha menonjolkan usahanya dan mengharapkan pujian rakyat. Menurut Lao Tzu, pemimpin seperti ini tidak memilki jiwa Tao

Ketiga adalah pemimpin yang membuat rakyatnya takut atau otoriter. Pemimpin memanfaatkan kekuasaanya untuk mengintimidasi rakyat demi memperkuat kekuasaannya. Keempat (tingkat paling rendah) adalah pemimpin yang dihujat dan ditentang oleh rakyatnya. Pemimpin seperti ini hanya memikirkan dirinya sendiri. Ia tidak peduli pada keadaan negaranya. Ia melebihi pemimpin otoriter yang paling kejam.

II.2 Citra Manusia Indonesia

Indonesia adalah sebuah Negara yang berada di Asia. Ia merupakan sebuah Negara yang mempunyai sejarah perkembangan bangsa yang panjang. Sejarah perkembangan Negara Indonesia dipengaruhi oleh pengaruh-pengaruh luar yang masuk ke Indonesia. Salah satu pengaruh kuat yang masuk ke Indonesia adalah masuknya Hindu. Pengaruh pengaruh itu membawa pengaruh pada pembentukan kualitas manusia Indonesia.

Manusia Indonesia telah mempunyai kekhasan hidup yang unik. Kekhasan ini telah ada sebelum pengaruh-pengaruh itu datang ke Indonesia (saat ini). Kekhasan hidup manusia Indonesia meliputi cara berpikir dan kepribadian manusia. Dari tiga khas hidup manusia Inonesia, cara berpikir merupakan pusat yang mempengaruhi pengaruh kuat terhadap cara bertindak dan kepribadian manusia.

II.2.1 Cara berpikir manusia Indonesia

Manusia Indonesia mempunyai cara pikir yang yang intuitif dan emosional.[19] Cara bepikir intuituf dan emosional lebih banyak menekankan pada perasaan daripada pikiran manusia. Cara bepikir intuitif-emosional lebih cenderung pada hubungan manusia dengan sesamanya sebagai sebuah masyarakat. Dimensi sosial membetuk kepribadian seseorang

Cara berpikir yang intuitif dan emosional digunakan oleh manusia Indonesia untuk menafsirkan gejala-gejala disekitarnya. Gejala-gejala itu menjadi sebuah pengalaman yang berusaha diterjemahkan secara logis oleh manusia. Tafsiran ini lebih bersifat tafsiran subyektif, karena cara penafsiran ini sangat kurang nilai obyektifnya.

Cara berpikir manusia Indonesia yang lainnya adalah cara berpikir mitis-magis. Manusia magis adalah manusia yang memproyeksikan alam dan seluruh kekuatannya ke dalam dirinya sendiri. Manusia mitis adalah manusia manusia yang menyadari keadaan dirinya sebagai suatu kesatuan dengan kosmos. [20] Ada hubungan yang erat antara alam dan manusia.

Alam mempunyai kekuatan yang lebih bila dibandingkan dengan manusia. Pengandaiannya adalah manusia merupakan mikrokosmos yang merupakan bagian dari makrokosmos yaitu alam sendiri. Alam sebagai makrokosmos mempunyai kekuatan untuk mengatur kehidupan manusia, sebab hidup manusia Indonesia bergantung pada alam.

Manusia Indonesia berusaha mengharmonisasikan dirinya dengan alam. Ia melihat bahwa harmonisai merupakan sebuah bentuk penyatuan diri yang tidak bertentangan dan tidak dapat dipisahkan satu sama lain.[21] Harmonisasi merupakan suatu hal yang sakral dalam kehidupan manusia Indonesia. Harmonisasi membuat sesuatu yang bersifat jasmani dan rohani melebur menjadi menjadi satu, sehingga semuanya menjadi satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan atau dibeda-bedakan. Harmonisasi dengan alam merupakan syarat universal yang dijunjung tinggi oleh manusia Indonesia.

Cara berpkir intuitif-emosional dan mitis-magis merupakan cara berpikir yang dimilki oleh manusia Indonesia. Cara berpikir manusia Indonesia ini terwujud dalam cara bertindaknya. Cara bertindak manusia merupakan representasi cara berpikir secara individu ke dalam masyarakat, sebab masyarakat merupakan tempat hidup dan berelasi manusia dengan sesamanya.

Kehidupan masyarakat mencakup dua dimensi besar yaitu dimensi social dan dimensi individu yang bersifat subyektif. Dimensi social menyangkut hubungan dengan sesame manusia. Etika terlihat dalam hal ini. Dimensi individu menyangkut keyakinan seseorang terhadap suatu keyakinan. Keyakinan sebagai tanda manusia Indonesia berusaha bersatu dengan alamnya. Keyakinan manusia ini sering disebut sebagai keyakinan kebatinan yang terlihat dalam upacara-upacara religius.[22]

II.2.2 Kepribadian manusia Indonesia

Ciri khas kepribadian manusia Indonesia adalah manusia Indonesia mempunyai hidup sosial yang kuat. Mereka selalu hidup berkelompok dengan saling membantu satu sama lain. Ada relasi yang kuat antar individu dengan memberikan dirinya satu sama lain. Relasi itu mempunyai tujuan untuk membangun suatu keharmonisan dalam masyarakat.

Manusia Indonesia saling memberikan arti.[23] Mereka menganggap bahwa hidup mereka dapat berarti jika mereka melakukan sesuatu pada orang lain. Tindakan ini akan menyebabkan dirinya diakui oleh orang lain sebagai individu. Pengakuan yang diberikan oleh orang lain membuat eksistensi individu makin berada.

Dasar tindakan saling memberi adalah bahwa manusia Indonesia tidak dapat hidup sendiri. Manusia membutuhkan individu lain untuk keberlangsungan hidupnya. Manusia tidak akan bertahan jika terisolasi dari masyarakat.[24] Manusia akan selalu berinteraksi satu sama lain. Hasilnya adalah rasa solidaritas yang erat satu sama lain.

Manusia Indonesia yang memiliki jiwa sosial tinggi menganggap bahwa kemasyrakatan merupakan sumber kehidupan. Mereka bergotong-royong membangun sebuah masyarakat yang harmonis. Setiap individu merupakan bagian dari keharmonisan masyarakat. Sikap harmonis ini juga berlaku hubungannya dengan alam.

Bab III

Analisa Teori

Inti ajaran Taoisme adalah Tao. Tao adalah jalan dan sumber segala sesuatu. Tao menjadi kekuatan utama dalam alam semesta. Ia mempunyai kekuatan tak terbatas. Kekuatan Tao yang tak terbatas tidak dapat dilukiskan atau dipikirkan dengan pikiran manusia tetapi dapat dirasakan. Jadi, Tao itu ada dan tidak dapat dikukiskan dengan pikiran manusia.

Seluruh makhluk hidup termasuk manusia harus bersatu dengan Tao. Bersatu berarti hidup bersama dan di dalam Tao. Ada upaya atau usaha dari makhluk hidup untuk mengharmonisasikan diri dengan Tao. Harmonisasi dengan Tao seringkali digambarkan sebagai harmonisasi dengan alam. Oleh karena itu, Tao adalah seluruh alam yang ada di bumi.

Ajaran Taoisme tentang manusia adalah manusia harus harmonisasi dengan alam dan manusia atau sesama. Pertama, harmonisasi manusia dengan alam digambarkan dalam simbol Yin Yang. Yin Yang adalah sebuah simbol dari dua hal yang paradoks. Manusia mempunyai sifat paradoks dalam dirinya, seperti baik-buruk, maskulin-feminim dan lemah-kuat. Sifat paradoks ini bukan berlwanan satu sama lain tetapi saling melengkapi. Manusia adalah mahluk yang relatif dan dinamis. Ia berusaha mencapai harmonisasi untuk mencapai Tao.

Kedua, manusia harus mencapai harmonisasi dengan manusia. Ajaran kedua ini menekankan sisi kemanusiaan manusia yaitu etika manusia. Manusia harus bertindak tanpa pamrih, tidak membeda-bedakan, tidak memaksakan kehendak, dan tidak mengaitkan kepentingan pribadi dalam tugasnya. Menurut penganut Taoisme, Orang seperti ini cocok menjadi seorang pemimpin yang diteladani. Ia telah mempraktekkan kebajikannya pada dirinya sendiri pada ruang lingkup yang lebih sempit (dengan sesama), sehingga ketika menjadi pemimpin ia akan berlaku yang sama pada rakyatnya.

Ajaran Taoisme tentang manusia mempunyai relevansi dengan citra manusia Indonesia lewat cara berpikir dan kepribadiannya. Manusia Indonesia mempunyai cara berpikir intuitif-emosional dan mitis-magis. Cara berpikir ini menekankan soal perasaan daripada pikiran. Manusia berusaha untuk menerjemahkan pengalaman atau gejala disekitarnya dengan analisa di luar pemikiran obyektif.

Contohnya adalah pengalaman kejatuhan cicak. Manusia Indonesia menganggap bahwa apabila seseorang kejatuhan cicak akan terjadi hal buruk padanya, seperti saudaranya akan mati. Anggapan ini belum tentu terbukti benar secara obyektif.

Cara berpikir manusia Indonesia yang lain adalah manusia harus bersatu dengan alam atau kosmos. Manusia adalah bagian dari alam yang mempunyai kekuatan yang besar. Alam mempunyai kekuatan untuk mengatur kehidupan manusia. Manusia Indonesia berusaha mengharmonisasikan diri secara jasmani dan rohani. Cara bepikir ini terlihat dalam cara bertindak manusia, seperti adanya ritual-ritual tertentu yang bertujuan untuk mengharmonisasikan dengan alam yang immaterial.

Manusia Indonesia mempunyai kepribadian social. Manusia Indonesia tidak dapat hidup tanpa orang lain. Manusia Indonesia hidup dalam masyarakat yang saling membantu satu sama lain. Manusia Indonesia saling memberikan dirinya untuk menciptakan harmonisasi dalam masyarakat. Masyarakat adalah sumber kebahagiaan manusia Indonesia.

Kesesuaian yang dapat diambil antara ajaran Taoisme dan citra manusia Indonesia adalah cara berpikir yang tidak menekankan pada rasio. Cara berpikir ini nampak lewat bahwa manusia harus harmonisasi dengan alam. Alam memiliki kekuatan yang lebih daripada manusia. Alam memiliki nilai-nilai yang transenden bagi kehidupan manusia. Harmonisasi dilakukan dengan cara mengikuti hukum-hukum alam. Jika manusia tidak mengikuti hukum-hukum alam maka akan terjadi hal yang buruk dalam hidup manusia.

Kesesuaian yang lain adalah harmonisasi manusia dengan sesama. Manusia harus berbuat baik dengan sesama. Caranya adalah dengan membantu tanpa pamrih, mengutamakan kepentingan bersama daripada kepentingan pribadi dan mampu menempatkan diri. Ajaran Taoisme memberikan cara bertindak yang baik pada kepribadian social yang dimiliki oleh manusia. Sisi social ini membuat masyarakat lebih harmonis indvidu yang melakukannya cocok menjadi seorang pemimpin.

Faktanya, ajaran manusia Taoisme dalam citra diri manusia Indonesia masih bertolak belakang. Manusia Indonesia mempunyai tugas merawat dan menjaga alam agar dapat bersatu dengannya. Akan tetapi, manusia Indonesia saat ini menjadi sebuah ancaman bagi alam. Manusia menjadi alat penghancur alam, sehingga alam rusak. Tindakan ini bertolak belakang dengan hukum alam.

Fenomena nyata yang ada di Indonesia adalah pengerusakan ekologi di Indonesia khususnya pembabatan hutan tropis di Kalimantan. Fenomena ini sudah lama namun mendapat perhatian serius hingga saat ini. Manusia Indonesia yang diwakili oleh para pengusaha hanya mencari keuntungan semata. Mereka tidak menyadari bahwa hutan bagian dari alam termasuk bagian dari hidup manusia. Alam tidak dipandang sebagai suatu yang transenden. Tidak adanya harmonisasi dengan alam menyebabkan adanya bencana banjir khususnya di Jawa dan kebakaran di area hutan lindung Kalimantan.

Fenomena yang hampir sama yang ada di Surabaya adalah usaha pengalihan kepemilikian dan fungsi kebun Bibit dari Pemerintah Kota Surabaya ke swasta. Pengusaha ingin mengubah fungsi kebun Bibit menjadi tempat bisnis. Kebun Bibit adalah sebuah taman kecil di Kota Surabaya untuk penghijauan. Masyarakat menggunakan tempat ini sebagai tempat santai di siang hari, tempat rekreasi, dan tempat bersosialisasi dengan sesama.

Fenomena kontras lain tentang hubungan antara manusia dengan sesama adalah budaya korupsi dalam kalangan pemimpin Indonesia. Pemimpin Indonesia yang korupsi mengutamakan kepentingan pribadi daripada kepentingan umum. Mereka memaksakan kehendak mereka demi keuntungan sendiri. Kepribadian untuk hidup harmonis dengan masyarakat tidak lagi mereka punyai.

Tiga fenomena di atas menggambarkan bahwa citra manusia Indonesia menurut ajaran Taoisme belum dimiliki oleh manusia Indonesia. Manusia Indonesia hanya mengasah kemapuan skill dan rasio tanpa mengolah perasaannya. Tujuannya adalah mencari keuntungannya sendiri. Tindakan ini telah melanggar kodrat dan hukum-hukum alam.

Bab IV

Kesimpulan

IV. 1 Kesimpulan

Kesimpulan yang diperoleh dari pertanyaan pada bab pendahuluan dan analisa teori adalah ajaran Taoisme dapat diterapkan dalam citra manusia Indonesia. Hal ini karena manusia Indonesia merupakan bagian dari manusia timur, sehingga mempunyai kesamaan. Ajaran Taoisme yang dapat diterapkan dalam citra manusia Indonesia adalah harmonisasi manusia dengan alam sebagai kesatuan dengan yang transenden dan harmonisasi manusia dengan sesama dalam beretika dalam kehidupan masyarakat. Akan tetapi, citra manusia Indonesia ini masih sulit diterapkan dalam kehidupan nyata, karena banyaknya fenomena yang kontras dengan ide citra manusia Indonesia ini.

IV.2 Tanggapan Kritis

Manusia tidak hanya terdiri dari pikiran saja. Manusia harus mengolah perasaannya. Hal ini mempunyai arti bahwa manusia dalam bertindak tidak hanya menggunakan pikiran saja tetapi menggunakan olah batin. Pikiran dan batin adalah suatu kesatuan dalam diri manusia. Kesatuan ini akan menciptakan dalam diri manusia

Banyak fenomena yang kontras dengan ide citra manusia Indonesia. Hal ini terjadi karena manusia Indonesia mendewakan pikiran. Pikiran membuat orang bersikap individu tanpa melihat keadaan sekitarnya. Sikap ini salah karena manusia tidak dapat hidup sendiri.


Sumber buku

Fernandez, Stephanus Ozias, Citra Manusia Budaya Barat dan Timur, Flores-NTT: Nusa Indah, 1979.

Kennet, Michael, Agama-Agama Dunia, Yogyakarta: Kanisius, 2006.

O’Donnel, Kevin, Sejarah Ide-Ide, Yogyakarta: Kanisius, 2009

Smith, Huston, Agama-Agama Manusia, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1995.

Wang, Andri; Dao De Jing: The Wisdom of Lao Zi; Jakarta: Kompas Gramedia; 2010.

Sumber internet, artikel dan diktat

http://id.wikipedia.org/wiki/Tembok_Raksasa_Cina diakses pada tanggal 30 Mei 2010 pkl. 19.30

Watimenna, Reza A.A., bahan kuliah Filsafat Timur, 2010.



[1] Lih. http://id.wikipedia.org/wiki/Tembok_Raksasa_Cina diakses pada tanggal 30 Mei 2010 pkl. 19.30

[2] Reza A.A. Watimenna, bahan kuliah Filsafat Timur, 2010.

[3] Andri Wang; Dao De Jing: The Wisdom of Lao Zi; Jakarta: Kompas Gramedia; 2010, hal. 1.

[4] Lih. Kevin O’Donnel, Sejarah Ide-Ide, Yogyakarta: Kanisius, 2009, hal.54.

[5] Andri Wang, 2009, hal.5.

[6] Kevin O’Donnel, 2006. hal. 54.

[7] Andri Wang, 2009, hal.4.

[8] Ibid, hal 14.

[9] Michael Kennet, Agama-Agama Dunia, Yogyakarta: Kanisius, 2006, hal 172.

[10] Ibid, hal. 57.

[11] Ibid, hal 8.

[12] Lih. Huston Smith, Agama-Agama Manusia, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1995, hal. 240.

[13] Michael Keene, 2006, hal. 172.

[14] Andri Wang, 2009, hal. 149.

[15] Huston Smith, 1995, hal. 241.

[16] Andri Wang, 2009, hal. 38.

[17] Ibid, hal. 10.

[18] Ibid, hal. 66.

[19] Stephanus Ozias Fernandez, Citra Manusia Budaya Barat dan Timur, Flores: Nusa Indah, 1990, hal. 107.

[20] Ibid, hal 108.

[21] Ibid, hal 106.

[22] Ibid, hal 108.

[23] Ibid, hal. 110.

[24] Ibid.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar